Senin, 16 Agustus 2010

Taptu dan Aubade 17 Agustusan

taptu  (ilust fanfarecorpsexcelsior.nl)
taptu (ilust fanfarecorpsexcelsior.nl)

Dalam beberapa hari ke depan kembali kita akan memperingati hari keramat 17 Agustus yang ke 65. Serangkaian kegiatan nasional akan dilaksanakan diantaranya taptu, renungan suci di makam pahlawan, adi bangkit, upacara bendera yang diiringi dengan aubade. Mungkin tak banyak dari antara kita yang mengetahui asal muasal kata ’taptu’ ini dan sejarah terselenggaranya tradisi yang bernuansa patriotisme ini. Di negeri kita ’taptu’ acapkali disamakan dengan pawai obor yang biasanya diiringi dengan musik dari marching band.
Taptu kita serap dari bahasa Belanda taptoe (kependekan dari doe de tap toe) yang bermakna ’menutup keran (tap)’. Tradisi ini bermula sekitar abad ke 17, dimana penabuh genderang militer tepat pada pukul 9.30 malam mulai berkeliling ke jalan-jalan memberikan peringatan kepada pemilik bar untuk segera menutup keran minuman bir dan tidak melayani lagi serdadu yang sedang bersenang-senang di situ. Ini disebabkan karena pada pukul 10 malam serdadu-serdadu ini sudah harus kembali ke baraknya dan melaksanakan apel malam. Kebiasaan meronda dengan genderang ini lama kelamaan menjadi tradisi di saat memperingati hari-hari besar di negara-negara Eropa. Yang unik bahasa Inggris pun juga menyerap kata Belanda taptoe ini menjadi tattoo. Jadi kalau kita mendengar kata tattoo ini maknanya memang ganda, bisa merujuk ke ’lukisan pada kulit’ atau dalam bahasa kita disebut ’rajah’, dan yang keduanya merujuk ke ’pawai genderang’ tadi.
Tattoo di masa sekarang ini sudah menjadi agenda tetap di banyak negara dan menjelma seperti festival drumband yang bisa diikuti sampai puluhan bahkan ratusan marching band. Diantaranya yang terkenal adalah Royal Nova Scotia International Tattoo yang diikuti oleh negara-negara Swiss, Belgia, Jerman, Belanda, Norwegia dan lain-lainnya. Di Amerika Serikat ada Virginia International Tattoo yang diikuti 850 peserta dari berbagai negara di dunia. Tahun yang lalu rangkaian kegiatan taptu sehari menjelang 17 Agustus ini ditiadakan, konon karena hari itu jatuh bersamaan dalam bulan puasa.
Aubade
Bilamana kita mendengar kata ’aubade’ ini pikiran kita akan tertuju pada paduan suara lagu-lagu perjuangan yang dilantunkan dengan penuh semangat oleh para pelajar. Aubade yang kita laksanakan pada peringatan Proklamasi ini biasanya diselenggarakan sesudah upacara pengibaran Sang Saka dan juga menjelang upacara penurunan bendera Merah Putih. Tapi tahukah anda bahwa aubade yang berasal dari bahasa Perancis ini di zaman baheula justru dinyanyikan sesaat menjelang subuh? Sejarah aubade dimulai sekitar Abad Pertengahan (Middle Ages) dimana penjaga malam (ronda) melantunkan tembang atau puisi untuk memberi tahukan kepada para ’peselingkuh’ (lovers) bahwa subuh sudah tiba dan sudah saatnya untuk segera beranjak meninggalkan tempat tidur kalau tidak ingin tertangkap basah oleh suami kekasihnya. Aubade ini banyak dilantunkan oleh para troubadors (penyair Eropa abad pertengahan) dengan lirik-lirik mengenai dua sejoli kekasih yang harus berpisah. Mengapa istilah aubade ini sekarang dipakai untuk menggelorakan semangat juang di negara kita, saya pun belum menemukan jawabannya. Tapi yang pasti, lagu-lagu perjuangan ini akan menghantar kita untuk melaksanakan moment of remembrance (mengheningkan cipta), mengenang the fallen heroes (pahlawan yang gugur) di dalam membela tanah air kita.
Dirgahayu (Long Live) Republik Indonesia !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar